Nur Malasari Ibu Korban Penganiayaan Gandeng LBH untuk menggugat perdamaian Meminta Untuk Melaporkan Ke Polda
Ibu korban dalam perkara penganiyaan anak dibawah umur yang sempat viral di media sosial, (Medsos) beberapa hari lalu, menolak kesepakatan perdamaian yang dilakukan terduga pelaku dengan pihak korban melalui ayah korban, yang di mediasi Aparat Kampung Banjar Mulya, Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah.
Nur Malasari, (ibu korban) telah memberikan surat kuas kepada Lembaga Bantuan Hukum, (LBH) Feni Nuritama and Fatner untuk menggugat kesepakatan perdamain itu, sekaligus meminta perkara itu penganiayaan terhadap anaknya itu dilaporkan ke tingkat Polda Lampung.
"Saya telah melihat video terkait anak saya (RS) 11 Tahun di aniaya, karena itu tidak terima atas kejadian itu, dan saya meminta pihak berwajib mengusut tuntas masalah ini, dan menghukum para pelaku seberat-beratnya," ujar ibu korban dalam video yang di kirim ke LBH Feni Nuritama and Fatner yang diberikan kuasa, Kamis (24/7/2025).
Diketahui bahwa Nur Malasari (ibu korban) telah berpisah dengan ayah korban sejak beberapa tahun terakhir, saat ini berdomisili di Suka Pura, Kec. Kejaksan, Kab. Kota Cirebon, Jawa Barat, sementara korban tinggal bersama ayahnya diKamp. Banjar Mulya, Kec. Gunung Sugih.
Diduga perdamaian antara korban dan terduga pelaku dilakukan saat laporan, (LP) dari pihak keluarga korban di Polsek Gunung Sugih belum di cabut, dan belum ada prosesnya, bahkan desakan dari Ketua LPA Lamteng, seolah menghilang, yang sejak awal kejadian mendesak perkara ini menjadi atensi pihaknya, dan pihak Kepilisian, artinya ada dugaan perdamaian yang dilakukan menjadi pertanyaan publik, ada apa dalam perkara ini.
Dan pihak LPA Lamteng, pastinya paham dan mengerti soal UU perlindungan anak, dimana meskipun kedua belah pihak yang terlibat dalam kasus kekerasan terhadap anak telah sepakat untuk berdamai, proses hukum tetap berjalan.
Dimana kekerasan terhadap anak dianggap sebagai tindak pidana yang merugikan kepentingan terbaik anak, sehingga penyelesaian di luar proses peradilan tidak dimungkinkan, terutama untuk kasus yang melibatkan anak di bawah umur.
Dijelaskan dalam Undang-undang perlindungan anak di lndonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Dalam UU ini mengatur tanggung jawab negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua dalam melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, eksplotasi, penelantaran, dan diskriminasi.
Ironinya, bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional 2025 dengan Tema "Anak Hebat lndonesia Kuat Menuju lndonesia Emas 2024". Seorang anak di Dusun Banjar Mulya, Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah, menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh tiga orang dewasa, yang menuduh si anak mencuri. Dalam hal ini publik tentu ingin hukum itu tegak saadil-adilnya, bukan tumpul ke atas tajam ke bawah, lalu kemana peran pemerintah daerah dalam melihat perkara ini.
Posting Komentar